“Hahahahha”
seperti itulah lantunan tawa yang selalu keluar tiap malamnya jika kami telah berkumpul. Tak ada mahluk lain yang tertawa sebahagia mereka di
tempat ini.
Kita
mulai dari malam Rabu. Disaat kami sedang belajar Kimia. Malam ini awalnya kami tidak
menyadari sebuah lukisan yang terpampang di sebuah sisi ruangan karna kami
sedang fokus untuk menghadapai ulangan esok harinya. yaa kami memang selalu
begitu. Selalu belajar dengan Sistem Kebut Semalam jika tidak ada ulangan atau
pengambilan nilai lainnya dapat di pastikan bahwa kami tidak akan pernah fokus
belajar seperti malam ini. Kami hanya akan fokus satu jam awal, dan satu jam
sisanya mereka isi dengan; Flora mendownload Video-Video yang membuatnya tak
henti tertawa, Ukhti yang dengan
celetukannya dapat menciderakan perut sang pendengar kram dua hari , Nisa
dengan kegalauannya, tak tau apa yang sedang apa yang di pikirkannya tapi yang
pasti kegalauan ini masalah pribadinya, jadi tak perlu di ungkapkan. Seterusnya
Lidia si penghayal jitu dan selalu parno di segala tempat maupun kesempataan,
dan yang terakhir Rima selalu sibuk dengan instakilogramnya.
***
Lanjut
kemalam les selanjutnya, malam Jumat. Malam dimana keparanoidan Lidia selalu muncul,
saat itu kami sedang belajar Fisika yang gurunya memiliki salah satu kelebihan
di antara guru-guru yang lain, kami (murid maupun guru lain) yang selalu
jomblo di setiap malam, siang maupun pagi. Tapi berbeda dengan Kak Devi yang
notabene guru Fisika dan merangkap menjadi playgirl
di luar jam belajar. Malam itu saat kami sedang belajar kedatangan seorang lelaki,
maaf ini bukan pacarnya Kak Devi melainkan sepupu kandung dari Kak Riza si
empunya rumah. Kami les di sebuah rumah yang dijadikan tempat bimbingan belajar
yang gurunya mahasiswa dari Universitas Negri yang sekalian latihan buat yang
mau PPL ataupun buat cari pengalaman mengajar. Yang jelas tempat ini sistem
belajarnya bukan guru dan murid melainkan seperti kakak yang mengajari adiknya.
Balik
lagi ke cowok tadi. Namanya kita samarkan sebagai Darwin. Kalian ingat lukisan
yang di tulis diatas? Kalian tau apa gambar yang ada di lukisan itu? Iya itu foto
Darwin yang dengan pose bak coverboy majalah remaja Internasional,
itu lah salah satu bahan lawakan kami setiap malamnya, dan sekedar informasi
lagi Lidia bahkan kami semua selalu takut jika bertatap muka dengan Darwin. Oleh
karna kami semua takut melihat rupanya, setiap kami datang kami selalu
menyempatkan diri untuk membalikkan atau menyimpan lukisan Darwin itu tapi aneh
setiap kami masuk keesokan harinya lukisan itu kembali terpajang rapi dan
lagi-lagi kami harus menyembunyikannya menyimpannya lagi tanpa rasa bosan.
Pelajaran
di mulai, kami pun mulai mengerjakan soal-soal ringan. “coba kerjakan dulu,
nanti kita bahas, oke ?” kata Ka Devi. Pada saat yang bersamaan Lidia mendadak
ingin ketoilet dan apa yang terjadi ? Lidia berpapasan dengan sang model coverboy majalah, Darwin iya DARWIN. Tanpa ada aba-aba Lidia menjerit sampai
nada 4 oktaf, sontak kami semua yang sedang hening seketika shock
mendegar lengkingan si penghayal jitu itu. Aku dengan sikap sok berani
langsung mencari sumber suara dan tiba-tiba “aaaaaaaaaa” disusul dengan getaran
ultrasonik dari suara kami (ceritanya farida juga ikut). Segeralah Flora, Nisa, dan Rima menyusul aku, farida dan
Lidia karna penasaran apa yang sedang terjadi dengan dua makhluk tersebut.
Jreng jreng jreng jreng, dan ternyata yang
terjadi hanyalah papasan bersama sang coverboy.
“yaelah,
Ukhti kau ngapo ikut teriak ? kalo
Lidia yang teriak udah biaso” Nisa meletakan tangannya di pinggang.
“hehehe aku geli liat Lidia teriak, terus farida jugo teriak jadi
aku ikut ikutanlah biak kompak” ujarku cengengesan.
“kalian
ngapo gondes nian, teriak-teriak
kayak audisi nyanyi bae” kening Flora
mengkerut.
“hahahaha”
Lidia dengan wajah tanpa dosa tertawa sepuasnya karna telah sukses membuat
teman temannya shock dan berhenti
belajar.
“woy
ado apo nih ribut-ribut” kata Ka Riza panik.
“entah
kak orang ni” balas Rima cepat.
“udalah,
belajar be lagi” perintah Ka Riza.
“hahahah,
tekejut tadi aku tu woy” Lidia menjelaskan. “abang Darwin tu tiba-tiba udah tegak be di depan hidung aku, mangkonyo
aku teriak.” Ujar lidia berbisik.
Tak
tau apa yang terjadi dengan Darwin kami tak tau persis, yang pasti setelah
kejadian naas malam itu Darwin selalu menyempatkan diri untuk lewat depan kami,
ntah itu mengajak ngobrol guru yang sedang mengajar atau hanya menebar pesona
yang ntah apa arti dan tujuannya.
***
Malam
Minggu pun tiba.
(ceritanya bukan aku yang ngarang)
Malam
ini angin berhembus sepoi sepoi yang mengisi ruangan dengan hawa yang sejuk.
Membawa suasana tersendiri bagi mereka yang ada di dalam ruangan. Malam minggu
ini terasa berbeda, tentunya berbeda dari malam minggu sebelumnya.
Suara
motor Ukhti terdengar dari dalam ruangan. Ukhti memasuki ruangan dengan
ringannya sedangkan teman-temannya telah menunggunya sejak 15 menit yang lalu. Ia pun melangkah kan kakinya menuju
pintu. “selamat malam” ucap Ukhti semangat dengan senyum khasnya tanpa ada yang
menjawab.
Saat
memasuki ruangan ukuran 4 x 6 meter itu mata Ukhti terfokus pada suatu lukisan
yang sudah pasti sangat mengganggu indra penglihatannya.Seperti biasa Ukhti menyembunyikan
kembali lukisan Darwin di bawah sofa guru tanpa ada yang memerhatikan Ukhti dan
ia mengambil posisi duduk paling
belakang.
“hee
sedih nian malam minggu belajar. Belajar MTK pula.” Gurau Flora.
“dak
usah les lah yok dek, kakak jugo lagi
malas ngajar. Enak kito main be. Bawak laptop kan ?” ajak Kak Riza.
“ayo
kak” seru Nisa singkat padat dan jelas.
“oke
setuju ! malam minggu kok belajar.” Imbuh
Flora sambil membuka laptopnya
“iyo
kak, jangan di nampa’i nian lah
jomblonyo malam minggu belajar. Sedih nian nampaknyo
” Balas Ukhti
“Jangan
lanjutin Ti, ampun Ti, aku dak mau perut aku keram lagi” tambah Nisa.
“Sip
Sip Sip, Kakak mau ngelanjutin modul kakak yang belum kelar.” Ka Riza bergegas
menghampiri Laptopnya yang dari tadi parkir di atas meja bundar bersamaan coolingpad yang menyala.
Ruangan
itu seketika hening dari suara Ukhti dan segerombolannya. Yang terdengar
hanyala suara ketikan dari keypad Laptop
Kak Riza. Semua sibuk dengan kehidupan masing masing. Tiba-tiba terdengar
celetukan dari Ukhti.
“ payo
woy, siapo yang kentut ni, kentut kok dak bilang-bilang” celetup Ukhti.
Seketika
sang pria coverboy datang tanpa
diundang dengan wajah sok cool dan langsung melihat kearah mereka, lalu
mengalihkan pandangan ke arah dinding tempat tadinya lukisan itu terpajang. Sontak
mereka yang ada di ruangan itu langsung tertawa lepas. “hahahahhaha” suara
tertawaan yang keras menggema lepas di udara. “pas ! in the time” ucapan Flora
penuh arti sambil menahan tawa.
“Hahahah
sumpah absurb nian.” imbuh Nisa
smabil melilit perutnya.
“hahahahahahaik
ik hahah” tawa ukhti keluar lepas tampa hambatan.
Wajah
Darwin melukiskan kemisteriusan yang tak bisa di terka oleh mereka.
Dengan
sisa tawa yang sesekali masih terdengar, Ukhti dan teman-teman kembali
menyibukan diri dengan kesibukan masing-masing. Hanya dalam waktu terhitung 4
menit Darwin kembali dengan membawa sebuah bingkai foto dengan ukuran tiga kali
lebih besar dari sebelumnya, dan dengan wajah misteriusnya Darwin memajang
fotonya di dinding yang masih kosong, Ukhti dan teman-teman hanya saling tatap
dan menatap iba seolah olah masih belum bisa terima bahwa ada lukisan baru yang kini terpajang rapi
menghiasi dinding ruangan kelas, dan tanpa disangka ...
“
Siapa yang berani nurunin lukisan ni, kalian bakan aku jadiin pacar, dan minggu
depan kalian harus mau malam mingguan dengan aku, awas kalo masi ado yang nurunin!” ucap Darwin tegas sambil memasang wajah ‘sok’ sangar.
Daaaaaan
“HAHAHAHAHA” tawa ukhti dan kawan-kawan memenuhi ruangan, yang tentunya tawa
Ukhti yang paling jelas terdengar bahkan bukan hanya mereka yang tertawa, ibu pemilik
rumah pun ikut tertawa. Tawa mereka pecah tanpa arah sekan akan tak terbendung
lagi. Tapi dengan santainya Darwin pergi keberanda luar sambil senyum-senyum
bangga.
Seperti
suara yang dipimpin seorang drijen perlahan lahan tawa Ukhti dan teman-temannya
mulai berhenti.
“woy,
perhatiinlah.” Perintah Ukhti. “serem
nian foto tu” Ukhti menutup matanya. “apo ntah
tujuan dak maksudnyo majang foto tu” tambah Ukhti lagi.
“mau
exis dewek abangtu” tambah
Flora.
“woy
pindah ruangan yok. Keruangan sebelah be.
Takut aku. Dari tadi foto tu nengo’i
aku terus.” Parno lidia kumat sambil berkemas kemas untuk memindahkan barang
barangnya keruangan sebelah.
Yang
lain pun mengikuti jejak Lidia. Pindah ke ruangan yang berbeda suasana.
“kalian
ngapo pindah” tanya Kak Riza.
“kepo”
tanggap Rima.
Shock
tak percaya. Ukhti, Flora, Lidia, Nisa menatap Rima tak percaya. Seorang Rima
yang biasanya calm tiba-tiba berbicara seperti itu.
Fantastik! apakah ini pengaruh foto Darwin. Terkesan lebay tapi ini yang terjadi.
Mulai
malam ini dan seterusnya Ukhti dan teman temannya tak pernah lagi kembali
keruangan itu walaupun sang guru yang meminta. “dari pada kami harus mindahin
foto dan lukisan yang ada di ruangan sembelah dan ujung-ujungnya kami jadi
pacar Darwin mending kami belajar di sini be.”
Tukas Ukhti setiap ada guru yang mengajak kembali keruangan sebelah.
“untung
be foto Darwin dak di pajang di sini.
Kalo di pasang di sini biso-biso
kami belajar diluar ato bahkan kami dak datang karna tekanan batin memandang
lukisan "ganteng" tu terus” jelas Flora..
***
sekian cerita singkat dari kami, jujur ini bukan karangan perorangan ini buah fikiran kami semua.