Sabtu, 15 Juni 2013

sebuah ancaman


“Hahahahha” seperti itulah lantunan tawa yang selalu keluar tiap malamnya jika kami telah berkumpul. Tak ada mahluk lain yang tertawa sebahagia mereka di tempat ini.
Kita  mulai dari malam Rabu. Disaat kami sedang  belajar  Kimia. Malam ini awalnya kami tidak menyadari sebuah lukisan yang terpampang di sebuah sisi ruangan karna kami sedang fokus untuk menghadapai ulangan esok harinya. yaa kami memang selalu begitu. Selalu belajar dengan Sistem Kebut Semalam jika tidak ada ulangan atau pengambilan nilai lainnya dapat di pastikan bahwa kami tidak akan pernah fokus belajar seperti malam ini. Kami hanya akan fokus satu jam awal, dan satu jam sisanya mereka isi dengan; Flora mendownload Video-Video yang membuatnya tak henti tertawa, Ukhti  yang dengan celetukannya dapat menciderakan perut sang pendengar kram dua hari , Nisa dengan kegalauannya, tak tau apa yang sedang apa yang di pikirkannya tapi yang pasti kegalauan ini masalah pribadinya, jadi tak perlu di ungkapkan. Seterusnya Lidia si penghayal jitu dan selalu parno di segala tempat maupun kesempataan, dan yang terakhir Rima selalu sibuk dengan instakilogramnya.
***
Lanjut kemalam les selanjutnya, malam Jumat. Malam dimana keparanoidan Lidia selalu muncul, saat itu kami sedang belajar Fisika yang gurunya memiliki salah satu kelebihan di antara guru-guru yang lain, kami (murid maupun guru lain) yang selalu jomblo di setiap malam, siang maupun pagi. Tapi berbeda dengan Kak Devi yang notabene guru Fisika dan merangkap menjadi playgirl di luar jam belajar. Malam itu saat kami sedang belajar kedatangan seorang lelaki, maaf ini bukan pacarnya Kak Devi melainkan sepupu kandung dari Kak Riza si empunya rumah. Kami les di sebuah rumah yang dijadikan tempat bimbingan belajar yang gurunya mahasiswa dari Universitas Negri yang sekalian latihan buat yang mau PPL ataupun buat cari pengalaman mengajar. Yang jelas tempat ini sistem belajarnya bukan guru dan murid melainkan seperti kakak yang mengajari adiknya.
Balik lagi ke cowok tadi. Namanya kita samarkan sebagai Darwin. Kalian ingat lukisan yang di tulis diatas? Kalian tau apa gambar yang ada di lukisan itu? Iya itu foto Darwin yang dengan pose bak coverboy majalah remaja Internasional, itu lah salah satu bahan lawakan kami setiap malamnya, dan sekedar informasi lagi Lidia bahkan kami semua selalu takut jika bertatap muka dengan Darwin. Oleh karna kami semua takut melihat rupanya, setiap kami datang kami selalu menyempatkan diri untuk membalikkan atau menyimpan lukisan Darwin itu tapi aneh setiap kami masuk keesokan harinya lukisan itu kembali terpajang rapi dan lagi-lagi kami harus menyembunyikannya menyimpannya lagi tanpa rasa bosan.
Pelajaran di mulai, kami pun mulai mengerjakan soal-soal ringan. “coba kerjakan dulu, nanti kita bahas, oke ?” kata Ka Devi. Pada saat yang bersamaan Lidia mendadak ingin ketoilet dan apa yang terjadi ? Lidia berpapasan dengan sang model coverboy majalah, Darwin iya DARWIN. Tanpa ada aba-aba Lidia menjerit  sampai  nada 4 oktaf, sontak kami semua yang sedang hening seketika  shock mendegar lengkingan si penghayal jitu itu. Aku dengan sikap sok berani langsung mencari sumber suara dan tiba-tiba “aaaaaaaaaa” disusul dengan getaran ultrasonik dari suara kami (ceritanya farida juga ikut). Segeralah Flora, Nisa, dan Rima menyusul aku, farida dan Lidia karna penasaran apa yang sedang terjadi dengan dua makhluk tersebut. Jreng jreng jreng jreng,  dan ternyata yang terjadi hanyalah papasan bersama sang coverboy.
“yaelah, Ukhti kau ngapo ikut teriak ? kalo Lidia yang teriak udah biaso” Nisa meletakan tangannya di pinggang.

 “hehehe aku geli liat Lidia teriak, terus farida jugo teriak jadi aku ikut ikutanlah biak kompak” ujarku cengengesan.
“kalian ngapo gondes nian, teriak-teriak kayak audisi nyanyi bae” kening Flora mengkerut.
“hahahaha” Lidia dengan wajah tanpa dosa tertawa sepuasnya karna telah sukses membuat teman temannya shock dan berhenti belajar.
“woy ado apo nih ribut-ribut” kata Ka Riza panik.
“entah kak orang ni” balas Rima cepat.
“udalah, belajar be lagi” perintah Ka Riza.
“hahahah, tekejut tadi aku tu woy” Lidia menjelaskan. “abang Darwin tu tiba-tiba udah tegak be di depan hidung aku, mangkonyo aku teriak.” Ujar lidia berbisik.
Tak tau apa yang terjadi dengan Darwin kami tak tau persis, yang pasti setelah kejadian naas malam itu Darwin selalu menyempatkan diri untuk lewat depan kami, ntah itu mengajak ngobrol guru yang sedang mengajar atau hanya menebar pesona yang ntah apa arti dan tujuannya.
                                            ***
Malam Minggu pun tiba.
(ceritanya bukan aku yang ngarang)
Malam ini angin berhembus sepoi sepoi yang mengisi ruangan dengan hawa yang sejuk. Membawa suasana tersendiri bagi mereka yang ada di dalam ruangan. Malam minggu ini terasa berbeda, tentunya berbeda dari malam minggu sebelumnya.
Suara motor Ukhti terdengar dari dalam ruangan. Ukhti memasuki ruangan dengan ringannya sedangkan teman-temannya telah menunggunya sejak 15 menit yang  lalu. Ia pun melangkah kan kakinya menuju pintu. “selamat malam” ucap Ukhti semangat dengan senyum khasnya tanpa ada yang menjawab.
Saat memasuki ruangan ukuran 4 x 6 meter itu mata Ukhti terfokus pada suatu lukisan yang sudah pasti sangat mengganggu indra penglihatannya.Seperti biasa Ukhti menyembunyikan kembali lukisan Darwin di bawah sofa guru tanpa ada yang memerhatikan Ukhti dan ia  mengambil posisi duduk paling belakang.
“hee sedih nian malam minggu belajar. Belajar MTK pula.”  Gurau Flora.
“dak usah les lah yok dek, kakak jugo lagi malas ngajar. Enak kito main be. Bawak laptop kan ?” ajak Kak Riza.
“ayo kak” seru Nisa singkat padat dan jelas.
“oke setuju ! malam minggu kok belajar.” Imbuh  Flora sambil membuka laptopnya
“iyo kak, jangan di nampa’i nian lah jomblonyo malam minggu belajar. Sedih nian nampaknyo ” Balas Ukhti
“Jangan lanjutin Ti, ampun Ti, aku dak mau perut aku keram lagi” tambah Nisa.
“Sip Sip Sip, Kakak mau ngelanjutin modul kakak yang belum kelar.” Ka Riza bergegas menghampiri Laptopnya yang dari tadi parkir di atas meja bundar bersamaan coolingpad yang menyala.
Ruangan itu seketika hening dari suara Ukhti dan segerombolannya. Yang terdengar hanyala suara ketikan dari keypad Laptop Kak Riza. Semua sibuk dengan kehidupan masing masing. Tiba-tiba terdengar celetukan dari Ukhti.
 payo woy, siapo yang kentut ni, kentut kok dak bilang-bilang” celetup Ukhti.
Seketika sang pria coverboy datang tanpa diundang dengan wajah sok cool dan langsung melihat kearah mereka, lalu mengalihkan pandangan ke arah dinding tempat tadinya lukisan itu terpajang. Sontak mereka yang ada di ruangan itu langsung tertawa lepas. “hahahahhaha” suara tertawaan yang keras menggema lepas di udara. “pas ! in the time  ucapan Flora penuh arti sambil menahan tawa.
“Hahahah sumpah absurb nian.” imbuh Nisa smabil melilit perutnya.
“hahahahahahaik ik hahah” tawa ukhti keluar lepas tampa hambatan.
Wajah Darwin melukiskan kemisteriusan yang tak bisa di terka oleh mereka.
Dengan sisa tawa yang sesekali masih terdengar, Ukhti dan teman-teman kembali menyibukan diri dengan kesibukan masing-masing. Hanya dalam waktu terhitung 4 menit Darwin kembali dengan membawa sebuah bingkai foto dengan ukuran tiga kali lebih besar dari sebelumnya, dan dengan wajah misteriusnya Darwin memajang fotonya di dinding yang masih kosong, Ukhti dan teman-teman hanya saling tatap dan menatap iba seolah olah masih belum bisa terima bahwa ada  lukisan baru yang kini terpajang rapi menghiasi dinding ruangan kelas, dan tanpa disangka ...
“ Siapa yang berani nurunin lukisan ni, kalian bakan aku jadiin pacar, dan minggu depan kalian harus mau malam mingguan dengan aku, awas kalo masi ado yang nurunin!” ucap Darwin tegas sambil memasang wajah ‘sok’ sangar.
Daaaaaan “HAHAHAHAHA” tawa ukhti dan kawan-kawan memenuhi ruangan, yang tentunya tawa Ukhti yang paling jelas terdengar bahkan bukan hanya mereka yang tertawa, ibu pemilik rumah pun ikut tertawa. Tawa mereka pecah tanpa arah sekan akan tak terbendung lagi. Tapi dengan santainya Darwin pergi keberanda luar sambil senyum-senyum bangga.
Seperti suara yang dipimpin seorang drijen perlahan lahan tawa Ukhti dan teman-temannya mulai berhenti.
“woy, perhatiinlah.” Perintah Ukhti. “serem nian foto tu” Ukhti menutup matanya. “apo ntah tujuan dak maksudnyo majang foto tu” tambah Ukhti lagi.
“mau exis dewek abangtu” tambah Flora.
“woy pindah ruangan yok. Keruangan sebelah be. Takut aku. Dari tadi foto tu nengo’i aku terus.” Parno lidia kumat sambil berkemas kemas untuk memindahkan barang barangnya keruangan sebelah.
Yang lain pun mengikuti jejak Lidia. Pindah ke ruangan yang berbeda suasana.
“kalian ngapo pindah” tanya Kak Riza.
“kepo” tanggap Rima.
Shock tak percaya. Ukhti, Flora, Lidia, Nisa menatap Rima tak percaya. Seorang Rima yang biasanya calm  tiba-tiba berbicara seperti itu. Fantastik! apakah ini pengaruh foto Darwin. Terkesan lebay tapi ini yang terjadi.
Mulai malam ini dan seterusnya Ukhti dan teman temannya tak pernah lagi kembali keruangan itu walaupun sang guru yang meminta. “dari pada kami harus mindahin foto dan lukisan yang ada di ruangan sembelah dan ujung-ujungnya kami jadi pacar Darwin mending kami belajar di sini be.” Tukas Ukhti setiap ada guru yang mengajak kembali keruangan sebelah.
“untung be foto Darwin dak di pajang di sini. Kalo di pasang di sini biso-biso kami belajar diluar ato bahkan kami dak datang karna tekanan batin memandang lukisan "ganteng" tu terus” jelas Flora..
***
sekian cerita singkat dari kami, jujur ini bukan karangan perorangan ini buah fikiran kami semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar